Pembaca mungkin sudah pernah mendengar mengenai istilah wanprestasi, atau sering orang mengatakan dengan ingkar janji. Yang mana artinya adalah, salah satu pihak lalai dalam melaksanakan isi dari suatu perjanjian. Saya tidak mengatakan debitur lalai, karena hal ini juga berhubungan dengan teori anti wanprestasi ini yang menurut saya dapat digunakan oleh debitur maupun kreditur. Pembelaan yang kita lakukan jika dituduh lalai ada 3 (tiga) langkah, yaitu:
1. Mengajukan alasan karena adanya keadaan terpaksa/keadaan kahar/overmacht/force majeure
2. Mengajukan bahwa pihak lain sendiri juga telah lalai. (exeptio non adimpleti contractus)
3. Mengajukan alasan bahwa pihak lain juga telah melepaskan haknya untuk menuntut
Penulis katakan “pihak lain” karena berpikiran bahwa ada banyak jenis perjanjian, mulai dari hutang piutang. Sewa-menyewa, jual-beli, dan masih banyak lagi. Namun, dalam kenyataannya, memang yang sering melakukan wanprestasi itu adalah pihak debitur. Jadi jurus ampuh diatas, lebih banyak digunakan oleh debitur. Oke, penulis akan bahas satu persatu dengan singkat dan tepat, supaya pembaca tidak cepat bosan.
Mengenai yang point 1 (satu), dimana debitur mengajukan alasan akan adanya keadaan kahar (force majeure). Memang, keadaan kahar ini sangat sulit bahkan tidak dapat diketahui kapan terjadinya, karena merupakan kejadian alam, dan kekuasaan tuhan, disamping itu ada juga yang memasukkan kebijakan pemerintah sebagai keadaan kahar ini. Jika debitur dapat membuktikan bahwa telah terjadi keadaan ini, sehingga dia tidak dapat memenuhi dan melaksanakan perjanjian tersebut, maka akan merujuk kembali mengenai ketentuan pasal dalam perjanjian yang telah disetujui mengenai pasal force majeure. Jadi, ketentuan tersebutlah yang berlaku, berikut resiko yang ada.
Untuk point 2 (dua), debitur mengajukan alasan bahwa kreditur sendiri telah lalai untuk melaksanakan perjanjian, dapat dijelaskan dengan ilustrasi pribadi sebagai berikut: Misalnya si A dan B mengadakan perjanjian jual beli, yang mana pada pokoknya si A membeli kursi milik si B, dan pembayaran akan diberikan pada saat kursi tersebut telah diantarkan si B sampai kerumah. Jadi pembayaran seketika dan lunas, berada di tempat A. Kasusnya adalah, begitu si A telah menunjuk dan memesan kursi, si B datang dengan “tangan hampa”, lalu menagih pembayaran. Dalam hal ini, si A tidak wajib membayar, karena si B sendiri telah lalai untuk mengantarkan kursi tersebut. Bagaimana sudah jelas?
Untuk point 3 (tiga), akan saya jelaskan tetap sama dengan contoh jual beli diatas. Namun, dilihat dari sisi si B. Dalam hal si A telah menunjuk barang tersebut sendiri, lalu menyuruh si B untuk mengantarkan, maka si B memiliki kewajiban untuk itu. Setelah barang tersebut diantarkan dan dibayar, kemudian si A langsung memakai barang tersebut. Menurut si B, barang tersebut memiliki cacad. Ternyata sampai lama, tidak ada klaim dari si A. Maka jika suatu saat si B di klaim wanprestasi, karena memberikan barang yang cacad, dianggap si A telah melepaskan hak untuk menuntut. Hal ini dikarenakan tidak sesegera mungkin si A mengembalikan barang tersebut.
Jumat, 27 Februari 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar