Senin, 02 Maret 2009

"Pengacara" dalam Upaya Perlindungan Konsumen

Posting selanjutnya berbicara mengenai perlindungan konsumen yang sangat sulit untuk ditegakkan, namun saat ini, sedang dilakukan upaya-upayanya oleh berbagai pihak. Salah satunya Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) yang merupakan “titisan” dari Undang-Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Salah satu jalan terobosan baru oleh pembuat undang-undang untuk menjembatani konsumen yang “merasa” dirugikan, dalam upaya untuk mengambil kembali haknya. Mengapa Penulis mengatakan disini adalah konsumen yang hanya “merasa” dirugikan? Karena belum tentu konsumen yang dirugikan ingin menuntut haknya kembali, dan memiliki keinginan keras mengembalikan nama baik konsumen sebagai raja, dalam hal mengkonsumsi barang maupun jasa.
Menurut Pasal 44 UUPK tersebut, dijelaskan adanya LPKSM memiliki tugas-tugas antara lain:
1. Menyebarkan informasi dalam rangka meningkatkan kesadaran atas hak dan kewajiban dan kehatihatian konsumen dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
2. Memberikan nasihat kepada konsumen yang memerlukannya;
3. Bekerja sama dengan instansi terkait dalam upaya mewujudkan perlindungan konsumen;
4. Membantu konsumen dalam memperjuangkan haknya, termasuk menerima keluhan atau pengaduan konsumen;
5. Melakukan pengawasan bersama pemerintah dan masyarakat terhadap pelaksanaan perlindungan konsumen.

Setelah pembaca melihat tugas dari LPKSM diatas, maka dapat disimpulkan bahwa LPKSM merupakan “Pengacara” bagi konsumen yang merasa dirugikan. Penulis pribadi menganggap bahwa pengacara ini sebenarnya bukan tugas utamanya. Hal ini diperkuat kembali di pasal 7 Peraturan Pemerintah No. 59 tahun 2001 tentang LPKSM ini. Di dalam pasal 7 itu disebutkan bahwa
"Dalam membantu konsumen untuk memperjuangkan haknya, LPKSM dapat melakukan advokasi atau pemberdayaan konsumen agar mampu memperjuangkan haknya secara mandiri, baik secara perorangan maupun kelompok"

Yang perlu digaris bawahi adalah LPKSM tidak SEHARUSNYA langsung berhadapan dengan Pelaku Usaha, pada awalnya, sehingga berakibat konsumen tidak tahu, langkah-langakah yang akan dihadapi untuk menegakkan haknya, melainkan ikut mendampingi, agar nantinya konsumen tersebut menjadi mandiri. Namun, kita harus memberikan semangat kepada LPKSM ini, semoga konsumen INDONESIA MENJADI MANDIRI !!!

http://digilib.pnri.go.id/uploaded_files/k002/normal/PP_No_59_2001_Lembaga_Perlindungan_konsumen.pdf

2 komentar:

MnR mengatakan...

Terus berkreasi ya, tks telah berkunjung ke blog Saya blog.mnr-advokat.web.id

David Pangemanan mengatakan...

MENGGUGAT PUTUSAN SESAT HAKIM BEJAT

Putusan PN. Jkt. Pst No.Put.G/2000/PN.Jkt.Pst membatalkan Klausula Baku yang digunakan Pelaku Usaha. Putusan ini telah dijadikan yurisprudensi.
Sebaliknya, putusan PN Surakarta No.13/Pdt.G/2006/PN.Ska justru menggunakan Klausula Baku untuk menolak gugatan. Padahal di samping tidak memiliki Seritifikat Jaminan Fidusia, Pelaku Usaha/Tergugat (PT. Tunas Financindo Sarana) terindikasi melakukan suap di Polda Jateng.
Ajaib. Di zaman terbuka ini masih ada saja hakim yang berlagak 'bodoh', lalu seenaknya membodohi dan menyesatkan masyarakat, sambil berlindung di bawah 'dokumen dan rahasia negara'.
Statemen "Hukum negara Indonesia berdiri diatas pondasi suap" (KAI) dan "Ratusan rekening liar terbanyak dimiliki oknum-oknum MA" (KPK); adalah bukti nyata moral sebagian hakim negara ini sudah terlampau sesat dan bejat. Dan nekatnya hakim bejat ini menyesatkan masyarakat konsumen Indonesia ini tentu berdasarkan asumsi bahwa masyarakat akan "trimo" terhadap putusan tersebut.
Keadaan ini tentu tidak boleh dibiarkan saja. Masyarakat konsumen yang sangat dirugikan mestinya mengajukan "Perlawanan Pihak Ketiga" untuk menelanjangi kebusukan peradilan ini.
Siapa yang akan mulai??

David
HP. (0274)9345675

My Friends...