Senin, 23 Februari 2009

Perjanjian/Kontrak Merupakan Hukum Paling "Membahayakan"

Tulisan ini merupakan posting pertama saya, dimana setelah saya bekerja dan memperoleh sedikit pengalaman, maka saya akan mencoba membagikan tips untuk pembaca yang berhubungan dengan hukum. Perjanjian merupakan hukum yang paling “membahayakan”. Jangan kaget membaca judul ini. Karena, setelah saya belajar banyak dan sambil bekerja, saya dapat mengatakan hal ini. Dalam Hukum Indonesia, Perjanjian/Kontrak berdasar hukum pada BUKU III KUH. Perdata. Namun saya tidak akan memperinci lebih lanjut mengenai Buku III KUH. Perdata ini. Mungkin di lain tulisan akan saya lanjutkan.
Buku III tentang perikatan dalam KUH. Perdata, dapat dikesampingkan dalam hal pengaturan isi dari perjanjian. Ini merupakan sifat dari BUKU III tersebut, dimana pembuat Undang-Undang ini percaya bahwa manusia akan semakin berkembang untuk membuat dan mengikatkan diri dengan pihak lain, sehingga tidak mungkin peraturan yang benar-benar mengatur hal tersebut.
Jadi, mana yang lebih utama? Perjanjian yang akan kita buat ataukah Buku III KUH. Perdata itu sendiri? Saya akan menjawabnya : Yang paling penting adalah Buku III KUH. Perdata. Alasan saya, jika kita telah mengerti isi dari Buku III KUH. Perdata, maka secara mudah kita dapat mengatur hal-hal yang kita inginkan untuk dimasukkan dalam perjanjian/kontrak dengan pihak kedua. Termasuk juga mengenai pasal-pasal dalam BUKU III yang tidak dapat kita masukkan dalam draft perjanjian dikarenakan dapat membuat ketidakseimbangan antara para pihak. Apalagi, dalam pasal 1338 KUH Perdata mengatakan:

“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku bagi undang-undang bagi mereka yang membuatnya”
“Perjanjian itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak , atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan untuk itu”
“Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik”

Bukankah bunyi pasal itu berbahaya?

Jangan lupa, dalam membuat perjanjian, janganlah merasa kita harus diatas kedudukannya, maka tidak akan berhasil dalam bekerjasama dengan Pihak Lain.(salah satu tips juga dari saya).
Berikut ini, akan saya paparkan mengenai isi yang seyogyanya ada pada perjanjian-perjanjian tertentu. Saya katakan seyogyanya, karena boleh untuk mengganti urutan, atau manambah isi dari perjanjian yang saya paparkan, namun minimal harus ada hal-hal yang akan saya sebutkan di dibawah ini. Perjanjian yang akan saya sebutkan merupakan perjanjian yang sering digunakan sehari-hari. Semoga bermanfaat.

1. Perjanjian Sewa Menyewa: Obyek sewa menyewa; Peruntukkan sewa; Jangka waktu sewa; Penyerahan obyek sewa; Harga sewa; Hak dan Kewajiban para pihak; Larangan perubahan obyek sewa tanpa ijin; Pembebanan ongkos perbaikan; Pengembalian obyek sewa; Hak utama penyewa jika dipindahtangankan; Larangan memindahkan sewa kepada pihak lain selama jangka waktu perjanjian; Keadaan Kahar (Force majeure); Penyelesaian Perselisihan; dan ketentuan lain-lain
2. Perjanjian Jual Beli: Obyek jual beli; Harga jual beli serta system pembayaran; Penyerahan objek jual beli; Hak dan Kewajiban para pihak; Jaminan Penjual terhadap obyek perjanjian; Force majeure; Penyelesaian perselisihan; dan ketentuan lain-lain.
3. Perjanjian Pemborongan: Obyek perjanjian; Harga borongan; pelaksanaan pekerjaan borongan; Tenaga kerja dan pelepasan tanggungjawabnya; tanggung jawab pemborong; Alat dan bahan; Larangan untuk menyerahkan kepada pihak lain kecuali dengan izin; Hak dan kewajiban para pihak; Penyelesaian perselisihan; dan ketentuan lain-lain

3 komentar:

mr amron mengatakan...

kalao menurut saya, perjanjian itu adalah suatu yang paling sederhana pelaksanaannya tapi paling susah realisasinya..alias berbahaya itu.
menarik mas...

Bunda K mengatakan...

Kalo gak salah ada 4 unsur sahnya suatu perjanjian bukan?(hmmmppp, kuliah S-1 udah lupa) Yaitu ada pihak-pihak yang sepakat mengikatkan dirinya, sudah cukup umur untuk membuat perjanjian, perjanjian mengenai hal tertentu dan sebab yang halal alias tidak melanggar hukum. Correct me if I wrong, tapi mungkin unsur bahaya disini adalah jika salah satu pihak yang mengadakan perjanjian melakukan wanprestasi, sehingga semestinya perjanjian tidak hanya didasarkan pada itikad baik tapi bisa dibuat perjanjian dengan ancaman hukuman.

Denmas Arifin mengatakan...

Membahayakan namun jg sekaligus dpt Menguntungkan... Semua terpulang pd the Man Behind the Gun... Fleksibilitas Buku Ke-3 KUHPdt, memang dikehendaki demikian, krn di dalamnya pun ada disebut/diatur mengenai Perjanjian Bernama dan Perjanjian Tidak Bernama... Hal tsb menyiratkan pemahaman mendalam dr penyusunnya bahwa asas, teori dan aturan dalam Hukum Perjanjian adalah berkembang sesuai kebutuhan zaman dan bersifat global/lintas dlm hal interaksi penggunaannya melampaui batas2 adat dan budaya.

My Friends...